Minggu, 16 November 2014

UNTUK APA KITA DICIPTAKAN DI DUNIA INI?

Untuk Apa Kita Diciptakan Di Dunia Ini?
Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarga, para sahabat dan yang mengikutinya dengan baik hingga hari pembalasan.
Masih ada segelintir orang yang muncul dalam dirinya pertanyaan seperti ini, bahkan dia belum menemukan jawaban dari pertanyaan ini hingga berpuluh-puluh tahun lamanya. “Untuk tujuan apa sih, kita diciptakan di dunia ini?”, demikian pertanyaan yang selalu muncul dalam benaknya. Lalu sampai-sampai dia menanyakan pula, “Kenapa kita harus beribadah?”
Sempat ada yang menanyakan beberapa pertanyaan di atas kepada kami melalui pesan singkat yang kami terima. Semoga Allah memudahkan untuk menjelaskan hal ini.
Saudaraku ... Inilah Tujuan Engkau Hidup Di Dunia Ini
Allah Ta’ala sudah menjelaskan dengan sangat gamblangnya di dalam Al Qur’an apa yang menjadi tujuan kita hidup di muka bumi ini. Cobalah kita membuka lembaran-lembaran Al Qur’an dan kita jumpai pada surat Adz Dzariyat ayat 56. Di sana, Allah Ta’ala berfirman,
وَهَا خَلَقْتُ الْجِيَّ وَالْئِسًَِ إِلَّا لِيَعِبُدُوىِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)
Saudaraku ... Jadi, Allah tidaklah membiarkan kita begitu saja. Bukanlah Allah hanya memerintahkan kita untuk makan, minum, melepas lelah, tidur, mencari sesuap nasi untuk keberlangsungan hidup. Ingatlah, bukan hanya dengan tujuan seperti ini Allah menciptakan kita. Tetapi ada tujuan besar di balik itu semua yaitu agar setiap hamba dapat beribadah kepada-Nya.
Allah Ta’ala berfirman,
أَفَحَسِبِتُنِ أَ وًََّا خَلَقْ اٌَكُنِ عَبَثًا وَأَ كًَُّنِ إِلَيِ اٌَ لَا تُرِجَعُىىَ
UNTUK APA KITA DICIPTAKAN DI DUNIA INI? Muhammad Abduh Tuasikal
2
“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al Mu’minun: 115). Ibnu Qoyyim Al Jauziyah mengatakan, “Apakah kalian diciptakan tanpa ada maksud dan hikmah, tidak untuk beribadah kepada Allah, dan juga tanpa ada balasan dari-Nya[?] ” (Madaarijus Salikin, 1/98)
Jadi beribadah kepada Allah adalah tujuan diciptakannya jin, manusia dan seluruh makhluk. Makhluk tidak mungkin diciptakan begitu saja tanpa diperintah dan tanpa dilarang.
Allah Ta’ala berfirman,
أَيَحِسَةُ الْئِ سًَِاىُ أَىْ يُتِرَكَ سُدّي
“Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)?” (QS. Al Qiyamah: 36). Imam Asy Syafi’i mengatakan,
لاَ يُؤِهَرُ وَلاَ يُ هًٌَِ
“(Apakah mereka diciptakan) tanpa diperintah dan dilarang?”.
Ulama lainnya mengatakan,
لاَ يُثاَبُ وَلاَ يُعَاقَةُ
“(Apakah mereka diciptakan) tanpa ada balasan dan siksaan?” (Lihat Madaarijus Salikin, 1/98)
Bukan Berarti Allah Butuh pada Kita, Justru Kita yang Butuh Beribadah pada Allah
Saudaraku, setelah kita mengetahui tujuan hidup kita di dunia ini, perlu diketahui pula bahwa jika Allah memerintahkan kita untuk beribadah kepada-Nya, bukan berarti Allah butuh pada kita. Sesungguhnya Allah tidak menghendaki sedikit pun rezeki dari makhluk-Nya dan Dia pula tidak menghendaki agar hamba memberi makan pada-Nya. Allah lah yang Maha Pemberi Rizki.
Perhatikan ayat selanjutnya, kelanjutan surat Adz Dzariyat ayat 56. Di sana, Allah Ta’ala berfirman,

هَا أُرِيدُ هِ هٌُِنِ هِيِ رِزِقٍ وَهَا أُرِيدُ أَىْ يُطْعِوُىىِ ) 57 ) إِىَّ اللَّهَ هُىَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُىَّةِ الْوَتِينُ ) 58 )
“Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari makhluk dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan pada-Ku. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz Dzariyat: 57-58)
Jadi, justru kita yang butuh pada Allah. Justru kita yang butuh melakukan ibadah kepada-Nya.
UNTUK APA KITA DICIPTAKAN DI DUNIA INI? Muhammad Abduh Tuasikal
3
Saudaraku ... Semoga kita dapat memperhatikan perkataan yang sangat indah dari ulama Robbani, Ibnul Qoyyim rahimahullah tatkala beliau menjelaskan surat Adz Dzariyaat ayat 56-57. Beliau rahimahullah mengatakan,
“Dalam ayat tersebut Allah Ta’ala mengabarkan bahwa Dia tidaklah menciptakan jin dan manusia karena butuh pada mereka, bukan untuk mendapatkan keuntungan dari makhluk tersebut. Akan tetapi, Allah Ta’ala Allah menciptakan mereka justru dalam rangka berderma dan berbuat baik pada mereka, yaitu supaya mereka beribadah kepada Allah, lalu mereka pun nantinya akan mendapatkan keuntungan. Semua keuntungan pun akan kembali kepada mereka. Hal ini sama halnya dengan perkataan seseorang, “Jika engkau berbuat baik, maka semua kebaikan tersebut akan kembali padamu”. Jadi, barangsiapa melakukan amalan sholeh, maka itu akan kembali untuk dirinya sendiri. ” (Thoriqul Hijrotain, hal. 222)
Jelaslah bahwa sebenarnya kita lah yang butuh pada ibadah kepada-Nya karena balasan dari ibadah tersebut akan kembali lagi kepada kita.
Apa Makna Ibadah?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Dalam ibadah itu terkandung mengenal, mencintai, dan tunduk kepada Allah. Bahkan dalam ibadah terkandung segala yang Allah cintai dan ridhoi. Titik sentral dan yang paling urgent dalam segala yang ada adalah di hati yaitu berupa keimanan, mengenal dan mencintai Allah, takut dan bertaubat pada-Nya, bertawakkal pada-Nya, serta ridho terhadap hukum-Nya. Di antara bentuk ibadah adalah shalat, dzikir, do’a, dan membaca Al Qur’an.” (Majmu’ Al Fatawa, 32/232)
Tidak Semua Makhluk Merealisasikan Tujuan Penciptaan Ini
Perlu diketahui bahwa irodah (kehendak) Allah itu ada dua macam.
Pertama adalah irodah diniyyah, yaitu setiap sesuatu yang diperintahkan oleh Allah berupa amalan sholeh. Namun orang-orang kafir dan fajir (ahli maksiat) melanggar perintah ini. Seperti ini disebut dengan irodah diniyyah, namun amalannya dicintai dan diridhoi. Irodah seperti ini bisa terealisir dan bisa pula tidak terealisir.
Kedua adalah irodah kauniyyah, yaitu segala sesuatu yang Allah takdirkan dan kehendaki, namun Allah tidaklah memerintahkannya. Contohnya adalah perkara-perkara mubah dan bentuk maksiat. Perkara-perkara semacam ini tidak Allah perintahkan dan tidak pula diridhoi. Allah tidaklah memerintahkan makhluk-Nya berbuat kejelekan, Dia tidak meridhoi kekafiran, walaupun Allah menghendaki, menakdirkan, dan menciptakannya. Dalam hal ini, setiap yang Dia kehendaki pasti terlaksana dan yang tidak Dia kehendaki tidak akan terwujud.
Jika kita melihat surat Adz Dzariyat ayat 56,

وَهَا خَلَقْتُ الْجِيَّ وَالْئِسًَِ إِلَّا لِيَعِبُدُوىِ

UNTUK APA KITA DICIPTAKAN DI DUNIA INI? Muhammad Abduh Tuasikal
4
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)
Tujuan penciptaan di sini termasuk irodah diniyyah. Jadi, tujuan penciptaan di sini tidaklah semua makhluk mewujudkannya. Oleh karena itu, dalam tataran realita ada orang yang beriman dan orang yang tidak beriman. Tujuan penciptaan di sini yaitu beribadah kepada Allah adalah perkara yang dicintai dan diridhoi, namun tidak semua makhluk merealisasikannya. (Lihat pembahasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa, 8/189)
Dengan Tauhid dan Kecintaan pada-Nya, Kebahagiaan dan Keselamatan akan Diraih
Ibnul Qoyyim rahimahullah mengatakan, “Tujuan yang terpuji yang jika setiap insan merealisasikannya bisa menggapai kesempurnaan, kebahagiaan hidup, dan keselamatan adalah dengan mengenal, mencintai, dan beribadah kepada Allah semata dan tidak berbuat syirik kepada-Nya. Inilah hakekat dari perkataan seorang hamba “Laa ilaha illallah (tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah)”. Dengan kalimat inilah para Rasul diutus dan semua kitab diturunkan. Suatu jiwa tidaklah menjadi baik, suci dan sempurna melainkan dengan mentauhidkan Allah semata.” (Miftaah Daaris Sa’aadah, 2/120)
Kami memohon kepada Allah, agar menunjuki kita sekalian dan seluruh kaum muslimin kepada perkataan dan amalan yang Dia cintai dan ridhoi. Tidak ada daya untuk melakukan ketaatan dan tidak ada kekuatan untuk meninggalkan yang haram melainkan dengan pertolongan Allah.

وَالْحَوِدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَوِينَ وَصَلَّ اللَّهُ عَلَ سَيِّدِ اًَ هُحَوَّدٍ وَعَلَ آلِهِ وَصَحِبِهِ وَسَلَّنَ تَسِلِيوّا كَثِيرّا دَائِوّا إلَ يَىِمِ الدِّييِ .

Sumber:
Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel http://pengusahamuslim.com dan http://rumaysho.wordpress.com

Sabtu, 15 November 2014

Pasar Di Surga

Di surga kelak akan terdapat pasar bagi penduduk surga. Bagaimanakah pasar tersebut? Apakah ada jual beli di surga? Jika ada, barang dagangannya apa saja? Atau hanya sebagai kiasan?

Dalil mengenai adanya pasar di surga

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,


إِنَّ فِى الْجَنَّةِ لَسُوقًا يَأْتُونَهَا كُلَّ جُمُعَةٍ فَتَهُبُّ رِيحُ الشَّمَالِ فَتَحْثُو فِي وُجُوهِهِمْ وَثِيَابِهِمْ فَيَزْدَادُونَ حُسْنًا وَجَمَالاً فَيَرْجِعُونَ إِلَى أَهْلِيهِمْ وَقَدِ ازْدَادُوا حُسْنًا وَجَمَالاً فَيَقُولُ لَهُمْ أَهْلُوهُمْ: وَاللهِ، لَقَدِ ازْدَدْتُمْ بَعْدَنَا حُسْنًا وَجَمَالاً. فَيَقُولُونَ: وَأَنْتُمْ وَاللهِ، لَقَدِ ازْدَدْتُمْ بَعْدَنَا حُسْنًا وَجَمَالاً

Sungguh di surga ada pasar yang didatangi penghuni surga setiap Jumat. Bertiuplah angin dari utara mengenai wajah dan pakaian mereka hingga mereka semakin indah dan tampan. Mereka pulang ke istri-istri mereka dalam keadaan telah bertambah indah dan tampan. Keluarga mereka berkata, ‘Demi Allah, engkau semakin bertambah indah dan tampan.’ Mereka pun berkata, ‘Kalian pun semakin bertambah indah dan cantik’” (HR. Muslim no. 7324)

Keadaan di pasar surga

Sebagaimana dijelaskan oleh Imam An-Nawawi rahimahullah, pasar disurga adalah tempat berkumpul penduduk surga. Beliau berkata,
المراد بالسوق مجمع لهم يجتمعون كما يجتمع الناس في الدنيا في السوق ، ومعنى ( يأتونها كل جمعة ) أي : في مقدار كل جمعة أي أسبوع ، وليس هناك حقيقة أسبوع لفقد الشمس والليل والنهار
“yang dimaksud dengan pasar adalah tempat berkumpulnya manusia sebagaimana manusia di dunia berkumpul di pasar. Maksud dari ‘mereka mendatangi setiap hari Jumat’ adalah sebagaimana perkiraan lama waktu tiap jumat yaitu sepekan. Bukanlah makna ‘sepekan’ yang sebenarnya karena tidak ada matahari, siang dan malam (di surga).”[1]
Dan salah satu kenikmatan manusia adalah berjumpa dengan saudara dan teman-teman akrab mereka, saling menyapa, menanyakan keadaan, saling bercanda ringan, saling curhat. Ini menimbulkan kebahagiaan dan kenikmatan, apalagi sudah lama sekali tidak bertemu. Maka di surga juga disediakan kenikmatan seperti ini. Maka di surga juga disediakan sarana untuk menikmati hal ini. Dijelaskan dalam Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah,
إن سوق الجنة هو مكان اللقاء للمؤمنين بعضهم لبعض؛ لازدياد النعيم بما يجدونه من لذة وسؤدد ، وتحدث بعضهم لبعض؛ وتذاكرهم بما كان في الدار الدنيا وما آلوا إليه في الدار الآخرة؛ ويتجدد هذا اللقاء كل جمعة كما جاء في الحديث؛ لرؤية بعضهم لبعض وأنس بعضهم ببعض
“Pasar di surga adalah tempar bertemunya kaum muslimin satu sama lain supaya bertambah kenikmatan. Merasakan kelezatan saling berbincang-bincang. Dan saling mengenang apa yang terjadi di dunia dan membicarakan apa yang mereka dapatkan di akhirat. Mereka bertemu setiap Jumat sebagaimana pada hadits, agar mereka bisa saling berjumpa satu sama lain.”[2]
Demikianlah ahli surga, sebagaimana jika kita bertemu dengan kawan lama dan berkumpul (reuni) maka sangat terasa nikmat dan bahgia jika kita mengnang masa-masa lalu yang indah, misalnya masa-masa ketika merintis dakwah, masa-masa ketika belajar bersama dan menjalani kehidupan bersama.
Ada pendapat yang menyatakan bahwa tidak ada jual-beli di surga. Yang ada hanya barang dagangan yang bisa diambil semaunya. Ini juga merupakan kenikmatan walaupun sebenarnya mereka bisa meminta apa yang mereka inginkan di sruga. Karena ada orang yang hobinya belanja, maka kenikmatan itu juga ada di surga. Allah Ta’ala berfirman,
وَفِيهَا مَا تَشْتَهِيهِ الْأَنفُسُ وَتَلَذُّ الْأَعْيُنُ وَأَنتُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya” (QS. Az-Zukhruf: 71)
dan Allah Ta’ala berfirman,
لَهُم مَّا يَشَاؤُونَ فِيهَا وَلَدَيْنَا مَزِيدٌ
Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami ada tambahannya” (QS. Qaaf: 35)

Hanya laki-laki saja yang ke pasar surga?

Syaikh Abdullah Al Faqih menyatakan,
فظاهر هذا الحديث أن الذين يذهبون إلى السوق هم الرجال وحدهم دون النساء. وذلك لأن الحديث ذكر أنهم يرجعون من السوق إلى أهليهم، يعني زوجاتهم، فدل رجوعهم إليهن على أنهن لم يكن يرافقنهم
“Dzahir hadits menunjukkan bahwa yang pergi ke pasar surga hanyalah laki-laki tanpa wanita. Karena dalam hadits disebutkan bahwa mereka kembali kepada keluarga mereka dari pasar yaitu istri-istri mereka. Kembalinya laki-laki kepada istri mereka menunjukkan bahwa istri mereka tidak ikut ke pasar surga.”[3]
Akan tetapi para wanita tidak perlu kecewa seandainya pendapat ini benar. Karena berkumpul dan keluarnya penduduk surga tidak hanya di pasar surga saja. Akan tetap mereka saling mengunjungi di rumah dan saling bertemu. Dijelaskan dalam Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah,

ولم يكن لقاء بعضهم لبعض في سوق الجنة فحسب ، بل يتزاورون في المنازل ، وفي مخير المنازل من مرافق ، تحت الأشجار ، وعلى شواطئ الأنهار ، وفي جميع المنتزهات المختلفة ، متى شاءوا من الأوقات التي تتناسب معهم ويرتاحون لها بل ويرغبونها
عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال : إن أهل الجنة ليتزاورون فيها
إنها الزيارات الممتعة ، والحياة السعيدة ، والأنس الذي لا ينقطع ، واللذة المستمرة
“tidaklah pertemuan penduduk surga hanya di pasar saja akan tetapi mereka saling mengunjungi di rumah (kerajaan) mereka, Di rumah (kerajaan) siapa saja terserah mereka. Bisa bertemu di bawah pohon, di pinggir sungai dan di semua tempat rekreasi yang bermacam-macam. Kapan saja mereka ingin jika waktunya sesuai, mereka menikmatinya dan menginginkannya.
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “sesungguhnya penduduk surga saling mengunjungi”. Inilah saling mengunjungi yang memuaskan, kehidupan yang bahagia, hubungan sosial yang tidak terputus dan kelezatan yang terus-menerus.”[4]

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Catatan kaki
[1] Syarh Muslim 16/170, syamilah [2] Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah 54/214 [3] Sumber: http://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=63070 [4] Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah 54/214
 
Sumber
Penulis: dr. Raehanul Bahraen
www.muslim.or.id

Jumat, 14 November 2014

Cara Nabi Berdakwah

Ini metode dakwah nabi yang perlu ditiru, hikmah, bijaksana dan doa, di saat yang lain keras dan kurang sabar.

Abu Umamah Radhiyallahu anhu bercerita:

 "Suatu hari ada seorang pemuda yang mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, "Wahai Rasulullah, izinkan aku berzina!". 

Orang-orang pun bergegas mendatanginya dan menghardiknya, mereka berkata, Diam kamu, diam!
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, Mendekatlah. Pemuda tadi mendekati beliau dan duduk.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, "Relakah engkau jika ibumu dizinai orang lain?".
"Tidak demi Allah, wahai Rasul" sahut pemuda tersebut.
"Begitu pula orang lain tidak rela kalau ibu mereka dizinai".
"Relakah engkau jika putrimu dizinai orang?".
"Tidak, demi Allah, wahai Rasul!".
"Begitu pula orang lain tidak rela jika putri mereka dizinai".
"Relakah engkau jika saudari kandungmu dizinai?".
"Tidak, demi Allah, wahai Rasul!".
"Begitu pula orang lain tidak rela jika saudara perempuan mereka dizinai".
"Relakah engkau jika bibi (dari jalur bapakmu) dizinai?".
"Tidak, demi Allah, wahai Rasul!".
"Begitu pula orang lain tidak rela jika bibi mereka dizinai".
"Relakah engkau jika bibi (dari jalur ibumu) dizinai?".
"Tidak, demi Allah, wahai Rasul!".
"Begitu pula orang lain tidak rela jika bibi mereka dizinai".

Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan tangannya di dada pemuda tersebut sembari berkata, "Ya Allah, ampunilah kekhilafannya, sucikanlah hatinya dan jagalah kemaluannya".
Setelah kejadian tersebut, pemuda itu TIDAK PERNAH lagi tertarik untuk berbuat zina". [HR. Ahmad, shahih, Ash-Shahihah I/713 no. 370]

Rabu, 12 November 2014

Ternyata Kita Sering Baca Doa Agar Berjiwa Pemimpin


Ternyata kita sering atau sangat sering membaca doa agar kita memiliki jiwa pemimpin, menjadi panutan, bersegera dalam kebaikan agar bisa menjadi teladan bagi orang lain. Doa tersebut agar mejadikan kita bukan mental “kerupuk dan tempe” atau mental  “membebek dan membeo” tanpa arah yang jelas. Jiwa pemimpin yang minimal bisa memimpin diri sendiri ke arah yang lebih baik.

Doa tersebut adalah sebagaimana dalam Al-Quran:

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

 “Ya Rabb kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa” (QS. Al Furqon: 74).

Ya, jadikanlah kami IMAM (pempimpin).

Muhammad bin Ya’qud Al-Fairuz Abadi rahimahullah menukilkan tafsir Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma,

اجعلنا صالحين لكي يقتدوا بنا

“jadikan kami orang-orang shalih yang mereka akan meneladani kami”[1]

Dalam Tafsir Al-Qurthubi dijelaskan,

أي قدوة يقتدى بنا في الخير، وهذا لا يكون إلا أن يكون الداعي متقيا قدوة

“Yaitu qudwah yang mereka bisa meneladani kita dalam kebaikan, dan tidaklah menjadi qudwah kecuali da’i  yang bertakwa.”[2]