Kamis, 31 Desember 2015

Jomblo karena Prinsip Itu Wujud Kecerdasan

SECARA teori, jomblo karena prinsip itu bukan semata-mata dimaknai ketiadaan pasangan. Sebab Allah berfirman dalam Qur’an Az-Zaariyaat ayat 49, “Dan dari tiap-tiap sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan.”
Permasalahannya para jomblo karena prinsip menyadari betul bahwa pasangan yang seharusnya ada di sampingnya masih menjadi rahasia Allah. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam Qur’an Surah Yaa Siin: 36, “Maha Suci Allah yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa-apa yang mereka tidak ketahui.”
Atas dasar itu, para penjomblo karena prisip tidak mau melangkahi wewenang Allah dengan cara pacaran hanya agar dianggap memiliki pasangan. Sebab sejatinya pasangan hidup bukan bergelar kekasih, tetapi bergelar suami/istri. Sesuai dengan firman Allah dalam Qur’an Surah An-Nisa ayat 1, “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.”
Bagi pegiat jomblo karena prinsip, merupakan sebuah kewajiban menjauhkan diri dari potensi berbuat zina. Pacaran jelas menjadi salah satu cara termudah yang bisa menjerumuskan manusia dalam kubangan dosa akibat zina. Padahal Allah secara tegas sudah membuat aturan yang tertuang dalam Qur’an Surah Al-Isra ayat 32, “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”.
Oleh sebab itu, jangan berburuk sangka kepada para penjomblo karena prinsip seolah-olah mereka tidak laku, sesungguhnya itu fitnah yang tidak memiliki dasar kuat. Para penjomblo yang demikian sedang mempercayakan penjagaan jodohnya pada Allah agar suci lahir-batin. Ketahuilah pacaran justru tipudaya setan sehingga apabila menjalaninya tentu penjagaan hubungan dua jiwa atas kehendak iblis beserta bala tentaranya.
Seperti yang termaktub dalam Quran Surah Al-A’raf ayat17, “Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).”
Ingatlah, para pejomblo karena prinsip itu justru golongan manusia cerdas. Mereka tidak mau dibodohi iblis hingga menjadi sesat karena melanggar perintah Allah, hentikanlah mengejek serta berprasangka buruk kepada para penjomblo yang demikian. Sesungguhnya Allah membenci orang-orang yang gemar berprasangka buruk. Seperti yang ditegaskan dalam Qur’an Surah Al-Hujarat ayat 42, “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah oleh kalian kebanyakan dari persangkaan (zhan) karena sesungguhnya sebagian dari persangkaan itu merupakan dosa.”

Sumber : Islampos

Selasa, 29 Desember 2015

Tanda-Tanda Besar Kiamat

Oleh
Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil


URUTAN TANDA-TANDA BESAR KIAMAT
Kami belum pernah mendapatkan dalil yang secara jelas menerangkan urutan tanda-tanda besar Kiamat berdasarkan kejadiannya. Semuanya hanyalah diungkapkan dalam berbagai hadits tanpa urutan, karena urutan penyebutan di dalamnya sama sekali tidak mengandung arti urutan di dalam kejadian. Ungkapan di dalamnya menggunakan huruf sambung wawu, sementara huruf tersebut tidak mengandung makna urutan.

Ada beberapa nash yang urutannya menyalahi urutan yang disebutkan pada nash lainnya.

Agar hal ini menjadi lebih jelas, maka kami akan menyebutkan sebagian contoh dengan mengungkapkan beberapa hadits yang menyebutkan tanda-tanda besar Kiamat secara keseluruhan atau sebagiannya.

1. Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dari Hudzaifah bin Asid al-Ghifari Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang kepada kami. Sedangkan kami tengah berbincang-bincang, lalu beliau bertanya:

مَا تَذَاكَرُوْنَ؟

‘Apa yang kalian bicarakan?’

Mereka menjawab, ‘Kami sedang membicarakan Kiamat.’ Beliau berkata:

إِنَّهَا لَنْ تَقُوْمَ حَتَّى تَرَوْنَ قَبْلَهَا عَشْرَ آيَاتٍ.

‘Sesungguhnya ia (Kiamat) tidak akan terjadi hingga kalian melihat sepuluh tanda sebelumnya.’

Kemudian beliau menyebutkan asap, Dajjal, binatang, terbitnya matahari dari barat, turunnya Nabi ‘Isa bin Maryam, Ya'-juj dan Ma'-juj, dan tiga khasf (penenggelaman ke dalam bumi); khasf di timur, khasf di barat, dan khasf di Jazirah Arab, dan yang terakhirnya adalah api keluar dari Yaman yang menggiring manusia ke tempat mereka berkumpul.”[1] 

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan hadits ini dari Hudzaifah bin Asid dengan lafazh lain, yaitu:

إِنَّ السَّاعَةَ لاَ تَكُوْنُ حَتَّـى تَكُوْنَ عَشْـرُ آيَاتٍ: خَسْفٌ بِالْمَشْرِقِ، وَخَسْفٌ بِالْمَغْرِبِ، وَخَسْفٌ بِجَزِيْرَةِ الْعَرَبِ، وَالدُّخَانُ، وَالدَّجَّالُ، وَدَابَّةُ اْلأَرْضِ، وَيَأْجُوْجُ وَمَأْجُوْجُ، وَطُلُوْعُ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا، وَنَارٌ تَخْرُجُ مِنْ قُعْرَةِ عَدَنٍ تَرْحَلُ النَّاسَ.

“Sesungguhnya Kiamat tidak akan terjadi hingga ada sepuluh tanda (sebelumnya): khasf di timur, khasf di barat, khasf di Jazirah Arab, asap, Dajjal, binatang bumi, Ya'-juj dan Ma'-juj, terbitnya matahari dari barat, dan api yang keluar dari jurang ‘Adn yang menggiring manusia.”

Dalam riwayat lain: 

وَالْعَاشِرَةُ: نُزُوْلُ عِيْسَى بْنِ مَرْيَمَ.

“Dan yang kesepuluh: turunnya ‘Isa bin Maryam.”[2] 

Ini adalah satu hadits dari seorang Sahabat yang diriwayatkan dengan dua lafazh (redaksi) yang berbeda mengenai urutan tanda-tanda besar Kiamat.

2. Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

بَادِرُوا بِاْلأَعْمَـالِ سِتًّا: طُلُوْعَ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا، أَوِ الدُّخَانَ، أَوِ الدَّجَّالَ، أَوِ الدَّابَّةَ، أَوْ خَاصَّةَ أَحَدِكُمْ، أَوْ أَمْرَ الْعَامَّةِ.

“Bersegeralah kalian dalam beramal (sebelum datang) enam hal: terbitnya matahari dari barat, asap, Dajjal, binatang, sesuatu yang khusus untuk kalian (kematian), atau masalah yang umum (hari Kiamat).”[3] 

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan hadits ini dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dengan lafazh lain:

بَادِرُوْا بِاْلأَعْمَالِ سِتًّا: اَلدَّجَّالَ، وَالدُّخَـانَ، وَدَابَّةَ اْلأَرْضِ، وَطُلُوْعَ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا، وَأَمْرَ الْعَامَّةِ، وَخُوَيْصَةَ أَحَدِكُمْ.

“Bersegeralah kalian dalam beramal (sebelum datang) enam hal: Dajjal, asap, binatang bumi, terbitnya matahari dari barat, masalah yang umum (hari Kiamat), dan sesuatu yang khusus untuk kalian (kematian).”[4] 

Ini pun satu hadits dari seorang Sahabat yang diriwayatkan dengan dua redaksi yang berbeda dalam urutan sebagian tanda-tanda besar Kiamat juga dalam penggunaan huruf athaf, di mana riwayat yang pertama menggunakan (أَوْ) sedangkan yang lain menggunakan (وَ), dan keduanya sama sekali tidak menunjukkan urutan.

Yang mungkin kita ketahui adalah urutan sebagian tanda dari segi kemunculan sebagiannya setelah yang lainnya, sebagaimana terdapat dalam beberapa riwayat, seperti yang dijelaskan dalam hadits an-Nawwas bin Sam’an Radhiyallahu anhu, sebagaimana akan dijelaskan nanti insyaa Allah Ta’ala. Disebutkan di dalamnya sebagian tanda secara berurutan berdasarkan kejadiannya. Di dalamnya disebutkan keluarnya Dajjal kepada manusia terlebih dahulu, lalu turunnya Nabi ‘Isa Alaihissallam untuk membunuhnya, setelah itu keluarnya Ya'-juj dan Ma'-juj pada masa Nabi ‘Isa Alaihissallam, dan menyebutkan do’a beliau agar mereka dihancurkan.

Demikian pula terdapat di sebagian riwayat bahwa tanda yang pertama adalah ini, sementara yang terakhir adalah ini. Walaupun demikian, sesungguh-nya ada perbedaan pendapat di antara para ulama tentang tanda yang pertama kali muncul, dan perdebatan ini sudah ada sejak zaman para Sahabat Radhiyallahu anhum. Imam Ahmad dan Muslim رحمهما الله meriwayatkan dari Abu Zur’ah [5] , beliau berkata, “Ada tiga orang dari kalangan kaum muslimin yang duduk bersama Marwan bin Hakam di Madinah, mereka mendengarnya meriwayatkan hadits tentang tanda-tanda (Kiamat) bahwa yang pertama menjadi tandanya adalah keluarnya Dajjal. Kemudian ‘Abdullah bin ‘Amr[6] rahimahullah berkata, “Marwan tidak mengatakan sesuatu (yang bisa dipegang), aku telah hafal dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebuah hadits yang tidak pernah aku lupakan setelahnya, aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ أَوَّلَ اْلآيَاتِ خُرُوْجًا طُلُوعُ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا، وَخُرُوْجُ الدَّابَّةِ عَلَى النَّاسِ ضُحَى، وَأَيُّهُمَا مَا كَانَتْ قَبْلَ صَاحِبَتِهَا؛ فَاْلأُخْرَى عَلَى إِثْرِهَا قَرِيْبًا.

“Sesungguhnya tanda (Kiamat) yang pertama kali keluar adalah terbit-nya matahari dari arah barat, lalu keluarnya binatang (dari dalam bumi) kepada manusia pada waktu dhuha. Dan mana saja di antara keduanya yang terlebih dahulu keluar, maka yang lainnya terjadi setelahnya dalam waktu yang dekat.”

Ini adalah redaksi dalam riwayat Muslim.

Sementara Imam Ahmad rahimahullah memberikan tambahan dalam riwayatnya, “‘Abdullah berkata -saat itu beliau membaca beberapa kitab- ‘Aku meyakini bahwa yang pertama kali keluar adalah terbitnya matahari dari barat.’”[7] 

Benar, al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menggabungkan antara (riwayat yang menjelaskan) bahwa keluarnya Dajjal adalah yang pertama kali dan (riwayat yang menjelaskan) bahwa terbitnya matahari dari barat adalah yang pertama kali, beliau berkata, “Pendapat yang paling kuat dari keseluruhan riwayat bahwa keluarnya Dajjal adalah tanda besar pertama yang mengisyaratkan perubahan keadaan secara umum di muka bumi, hal itu berakhir dengan wafatnya Nabi ‘Isa Alaihissallam. Sedangkan terbitnya matahari dari arah barat adalah tanda besar pertama yang mengisyaratkan perubahan alam atas (susunan tata surya), hal itu berakhir dengan datangnya Kiamat, dan saya kira keluarnya binatang besar (dari perut bumi) terjadi pada hari itu di mana matahari terbit dari barat.”

Kemudian beliau berkata, “Hikmah dalam hal itu bahwa ketika matahari terbit dari barat, pintu taubat ditutup, lalu binatang besar keluar. Binatang besar ini akan membedakan antara seorang mukmin dan kafir, sebagai penyempurna dari tujuan penutupan pintu taubat, dan tanda pertama yang mengisyaratkan tegaknya Kiamat adalah api yang mengumpulkan manusia.”[8] 

Adapun al-Hafizh Ibnu Katsir berpendapat bahwa keluarnya binatang besar yang aneh merupakan tanda Kiamat besar pertama yang terjadi di muka bumi (alam bawah), karena binatang yang berbicara dengan manusia dan membedakan antara seorang mukmin dan kafir adalah hal yang menyelisihi kebiasaan.

Sementara terbitnya matahari dari barat, maka hal itu merupakan hal yang sangat jelas dan merupakan tanda Kiamat pertama yang terjadi di langit.

Adapun munculnya Dajjal, turunnya Nabi ‘Isa Alaihissallam dari langit, dan keluarnya Ya'-juj dan Ma'-juj, walaupun mereka keluar sebelum terbit matahari dari barat sebelum munculnya binatang karena mereka semua adalah manusia, menyaksikan mereka juga yang semisal dengan mereka, bukan hal aneh. Berbeda dengan keluarnya binatang dan terbitnya matahari dari barat, maka se-muanya adalah hal aneh.[9] 

Nampaknya, pendapat yang dapat dijadikan sandaran adalah pendapat yang dipegang oleh Ibnu Hajar, karena keluarnya Dajjal dari keadaannya sebagai seorang manusia sama sekali bukan tanda Kiamat, yang menjadikannya sebagai tanda Kiamat adalah keadaannya sebagai manusia dengan kemampuan memerintahkan langit untuk menurunkan hujan, maka hujan pun turun, dan memerintahkan bumi agar menumbuhkan tumbuhan, maka bumi pun me-numbuhkan tumbuhan. Dia memiliki banyak kemampuan yang luar biasa, sebagaimana akan dijelaskan dalam pembahasan tentang Dajjal.

Maka Dajjal pada hakikatnya adalah tanda Kiamat besar pertama yang terjadi di bumi yang ada di luar kebiasaan.

Ath-Thaibi rahimahullah [10] berkata, “Kejadian-kejadian luar biasa tersebut merupakan tanda-tanda Kiamat, sebagai tanda akan dekatnya Kiamat, atau tanda akan terjadinya Kiamat. Yang pertama adalah Dajjal, turunnya Nabi ‘Isa, Ya'-juj Ma'-juj, dan penenggelaman ke dalam bumi. Bagian kedua adalah asap, terbit-nya matahari dari barat, keluarnya binatang, dan api yang mengumpulkan manusia.”[11] 

Ini adalah urutan antara satu kelompok tanda-tanda Kiamat dengan kelompok yang lainnya tanpa berusaha mengurutkan setiap tanda yang ada di bawah dua kelompok tersebut, walaupun nampak bagi kami bahwa ath-Thaibi berpendapat adanya urutan Kiamat sesuai dengan yang beliau sebutkan pada setiap kelompok, karena pembagian ini -yang beliau pegang- adalah pembagian yang baik lagi teliti. Karena, jika bagian pertama yang menunjukkan dekatnya Kiamat telah keluar, maka hal itu bisa menyadarkan setiap manusia agar mereka bertaubat dan kembali kepada Rabb mereka, yang sebelumnya belum ada pembedaan antara seorang mukmin dan kafir. Tanda-tanda yang beliau sebutkan pada pembagian pertama telah kami nyatakan bahwa semua urutannya sesuai dengan kejadiannya, ditambah lagi dengan adanya penenggelaman ke dalam bumi, maka hal itu sesuai baginya.

Adapun jika bagian kedua telah muncul -yang menunjukkan datangnya Kiamat-, maka sesungguhnya manusia sudah dibedakan antara mukmin dan kafir, seperti yang akan dijelaskan nanti bahwa ketika munculnya asap yang menimpa setiap mukmin, maka mereka seperti dalam keadaan pilek, adapun orang kafir mengembung karena menghirup asap tersebut. Kemudian matahari terbit dari barat, maka tutuplah pintu taubat, sehingga keimanan seseorang yang sebelumnya kafir sama sekali tidak bermanfaat, demikian pula seseorang yang bertaubat. Setelah itu muncullah binatang besar yang akan membeda-bedakan manusia, sehingga seorang kafir bisa dibedakan dari seorang mukmin, karena binatang tersebut memberikan tanda bagi orang mukmin juga memberikan tanda (lain) bagi orang kafir sebagaimana akan dijelaskan. Dan akhir dari itu semua adalah munculnya api yang menggiring manusia.

Kami sengaja menyebutkan tanda-tanda besar Kiamat sesuai dengan urutan yang disebutkan oleh ath-Thaibi; karena pendapat itu -menurut hemat kami- lebih dekat kepada kebenaran, wallaahu a’lam.

Dan sebelum menyebutkan tanda-tanda besar yang sepuluh ini, kami akan berbicara terlebih dahulu tentang al-Mahdi, karena dia muncul sebelum tanda-tanda tersebut. Dialah yang bergabung dengan kaum mukminin untuk membunuh Dajjal, kemudian turunlah Nabi ‘Isa Alaihissallam, dan shalat di belakang-nya sebagaimana akan dijelaskan, insya Allah.

BERANGKAINYA KEMUNCULAN TANDA-TANDA BESAR KIAMAT
Jika tanda besar Kiamat yang pertama telah muncul, maka tanda-tanda yang lainnya akan keluar secara berurutan bagaikan mutiara di dalam sebuah rangkaian, salah satunya mengikuti yang lain.

Ath-Thabrani rahimahullah meriwayatkan dalam kitab al-Ausath dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau bersabda:

خُرُوْجُ اْلآيَاتِ بَعْضُهَا عَلَـى إِثْرِ بَعْضٍ، يَتَتَابَعْنَ كَمَـا تَتَابَعَ الْخَرَزُ فِي النِّظَامِ.

“Munculnya tanda-tanda (Kiamat) sebagiannya mengikuti bagian yang lain, saling mengikuti bagaikan mutiara pada sebuah rangkaian.”[12] 

Dan al-Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhuma, beliau berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اْلآيَاتُ خَرَزَاتٌ مَنْظُوْمَاتٌ فِيْ سِلْكٍ، فَإِنْ يُقْطَعِ السِّلْكُ؛ يَتْبَعْ بَعْضُهَا بَعْضًا.

‘Tanda-tanda (Kiamat) bagaikan mutiara yang terangkai di dalam seutas benang, jika benang itu diputus, maka sebagiannya akan mengikuti sebagian yang lain.’”[13] 

Hemat kami -wallaahu a’lam- yang dimaksud dengan tanda-tanda di sini adalah tanda-tanda besar Kiamat, karena zhahir dari hadits-hadits ini menunjukkan saling berdekatannya kemunculan tanda-tanda tersebut dengan jarak yang sangat dekat.

Hal ini diperkuat oleh keterangan yang telah berlalu tentang urutan tanda-tanda besar Kiamat, di mana sebagian hadits menyebutkan bahwa se-bagian tanda-tanda itu muncul pada zaman yang saling berdekatan. Tanda besar Kiamat yang pertama setelah kemunculan al-Mahdi adalah keluarnya Dajjal, kemudian turunnya ‘Isa Alaihissallam untuk membunuhnya, selanjutnya datangnya Ya'-juj Ma'-juj, dan do’a Nabi ‘Isa Alaihissallam untuk kebinasaan mereka, akhirnya Allah membinasakan mereka, selanjutnya Nabi ‘Isa Alaihissallam berkata:

فَفِيْمَا عَهِدَ إِلَيَّ رَبِّـيْ أَنَّ ذَلِكَ إِذَا كَانَ كَذَلِكَ؛ فَإِنَّ السَّاعَةَ كَالْحَامِلِ الْمُتِمِّ الَّتِـيْ لاَ يَدْرِيْ أَهْلُهَا مَتَـى تَفْجَؤُهُمْ بِوَلاَدِهَا لَيْلاً أَوْ نَهَارًا.

“Maka di antara yang diwahyukan oleh Rabb-ku kepadaku, bahwa hal itu (Kiamat) terjadi jika demikian. Maka sesungguhnya Kiamat itu bagaikan wanita hamil yang telah sempurna (kehamilannya) sementara keluarganya tidak mengetahui kapan mereka dikagetkan oleh kelahirannya, malam harikah atau siang hari?”[14] 

Ini adalah dalil sangat dekatnya Kiamat, karena antara wafatnya Nabi ‘Isa Alaihissallam dan terjadinya Kiamat terdapat beberapa tanda-tanda besar Kiamat, seperti terbitnya matahari dari barat, munculnya binatang besar, asap, dan keluarnya api yang mengumpulkan manusia. Tanda-tanda Kiamat ini terjadi dalam waktu yang sangat singkat sebelum tegaknya Kiamat. Perumpamaannya seperti ikatan yang terputus dari rangkaiannya, wallaahu a’lam.

Dan kami telah mendapatkan sesuatu yang memperkuat pendapat yang telah kami sebutkan. Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah telah berkata, “Telah tetap bahwa tanda-tanda besar Kiamat bagaikan benang, jika ia putus, maka mutiara yang ada di dalamnya akan berjatuhan. Hadits ini dijelaskan di dalam riwayat Ahmad.” [15] 

[Disalin dari kitab Asyraathus Saa'ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Shahiih Muslim , kitab al-Fitan wa Asyraathus Saa’ah (XVIII/27-28, Syarh an-Nawawi).
[2]. Shahiih Muslim (XVIII/28-29, Syarh an-Nawawi).
[3]. Shahiih Muslim, kitab al-Fitan wa Asyraathus Saa’ah bab fii Baqiyyati min Ahaadiitsid Dajjal (XVIII/ 78, Syarh an-Nawawi).
[4]. Ibid.
[5]. Dikatakan bahwa namanya adalah Haram, ada juga yang mengatakan ‘Abdullah dan ada juga yang mengatakan ‘Abdurrahman bin ‘Amr bin Jarir bin ‘Abdillah al-Bajali al-Kufi dari kalangan ulama Tabi’in. Beliau melihat ‘Ali Radhiyallahu anhu dan telah meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah, Mu’awiyah dan ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhuma. Lihat Tahdziibut Tahdziib (XII/99).
[6]. Di dalam teks asli bahasa Arab tertulis ‘Abdullah bin ‘Umar, sementara di dalam teks asli hadits saya temukan ‘Abdullah bin ‘Amr.-penj.
[7]. Musnad Ahmad (II/110-111), tahqiq Ahmad Syakir, dan Shahiih Muslim, kitab al-Fitan wa Asyraathus Saa’ah, bab Dzikrud Dajjal (XVIII/77-78, dengan Syarh an-Nawawi).
[8]. Fat-hul Baari (XI/353).
[9].Lihat an-Nihaayah/al-Fitan wal Malaahim (I/164-168), tahqiq Dr. Thaha Zaini.
[10]. Beliau adalah Syarafuddin al-Hasan bin Muhammad bin ‘Abdillah ath-Thaibi, termasuk kalangan ulama hadits, tafsir dan sastra. Beliau memiliki beberapa karya tulis, di antaranya: Syarh Misykaatil Mashaabiih, Syarh al-Kasyaaf, al-Khulaashah fii Ushuulil Hadiits, dan yang lainnya.
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata tentangnya, “Dia sangat piawai dalam mengeluarkan makna-makna mendalam di dalam al-Qur-an dan as-Sunnah, orang yang bersemangat dalam menyebarkan ilmu dan memiliki ‘aqidah yang shahih.”
Beliau raimahullah wafat pada tahun 743 H.
Lihat biografinya dalam kitab Syadzaraatudz Dzahab (VI/137-138), Kasyfudz Dzunuun (I/720), al-A’laam (II/256), karya az-Zarkali.
[11]. Fat-hul Baari (XI/352-353).
[12]. Al-Haitsami berkata, “Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Ausath, dan perawinya adalah perawi ash-Shahiih selain ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dan Dawud az-Zahrani, keduanya tsiqah.” Majmaa’uz Zawaa-id (VII/331).
Al-Albani berkata, “Shahih.” Lihat Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (III/110, no. 3222).
[13]. Musnad Ahmad (XII/6-7, no. 7040) syarah Ahmad Syakir, beliau berkata, “Isnadnya shahih.”
Al-Haitsami berkata, “Diriwayatkan oleh Ahmad, dan di dalamnya ada ‘Ali bin Zaid, dia adalah perawi yang hasan haditsnya.” Majmaa’uz Zawaa-id (VII/321).
[14]. Musnad Imam Ahmad dari hadits Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu (V/189-190, no. 3556), tahqiq Ahmad Syakir, beliau berkata, “Sanadnya shahih.”
[15]. Fat-hul Baari (XIII/77).
Sumber :Al Manhaj

Asingnya Islam di Tengah Umat Islam



Khutbah Pertama:

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَفِيُهُ وَخَلِيْلُهُ وَأَمِيْنُهُ عَلَى وَحْيِهِ وَمُبَلِّغُ النَّاسِ شَرْعِهِ، مَا تَرَكَ خَيْراً إِلَّا دَلَّ الأُمَّةَ عَلَيْهِ وَلَا شَرّاً إِلَّا حَذَّرَهَا مِنْهُ؛ فَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
أَمَّا بَعْدُ مَعَاشِرَ المُؤْمِنِيْنَ عِبَادَ اللهِ: اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى وَرَاقِبُوْهُ مُرَاقَبَةً مَنْ يَعْلَمُ أَنَّ رَبَّهُ يَسْمَعُهُ وَيَرَاهُ.
Kaum muslimin rahimakumullah,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan kepada kita:
بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
“Islam muncul dalam keadaan asing, dan ia akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang terasingkan itu.” (HR. Muslim).
Dalam riwayat yang lain, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda menjelaskan siapakah al-ghuroba, orang-orang yang asing itu:
الَّذِيْنَ يُصْلِحُوْنَ مَا أَفْسَدَ النَّاسُ مِنْ بَعْدِي مِنْ سُنَّتِي.
“Yaitu orang-orang yang memperbaiki sunnahku (Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) sesudah dirusak oleh manusia.” (HR. Tirmidzi).
Ibadallah,
Sebuah realita yang tidak bisa kita pungkiri, keindahan dan hakikat agama Islam yang mulia ini tidak dikenal dan tersembunyi bagi umat Islam itu sendiri. Mereka beragama Islam, namun tidak mengenalnya dan juga tidak mengamalkannya. Padahal Alla Ta’ala berfirman,

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
“(Dialah Allah) yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk: 2).
Allah menjadikan bumi ini indah sebagai tempat hidup kita umat manusia, agar Dia menguji kita siapakah di antara kita yang baik amalannya. Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa mereka yang baik amalannya lah yang akan mendapatkan kemuliaan di sisi-Nya. Baik dalam arti zahirnya perbuatan itu adalah perbuatan yang baik, bukan bersifat merusak atau zalim. Dan baik dalam arti sesuai dengan teladan dan contoh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan baik menurut perasaan semata.
Kaum muslimin rahimakumullah,
Kita boleh mengatakan diri kita sebagai seorang muslim. Namun ada pertanyaan di balik pernyataan ini. Terkumpulkan pada diri kita sifat-sifat muslim atau mukmin? Lebih jauh lagi, kita katakan bahwa diri kita seorang Ahlussunnah wal Jamaah. Namun pertanyaannya, sudahkah pada diri kita terkumpul sifat orang-orang yang mengikuti sunnah? Sudahkah amalan, perbuatan, dan akhlak kita sesuai dengan akhlaknya salafush shalih? Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman,
“supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS. Al-Mulk: 2).
Sehingga ketika para sahabat Nabi mengucapkan dua kalimat syahadat, memeluk Islam, mereka langsung bertanya tentang “amalan apakah yang paling baik?”, “sedekah apakah yang paling baik?” “jihad apa yang paling utama?”
Melihat keadaan umat Islam pada hari, salah seorang ulama mengatakan, “jangan dibandingkan Islam dengan kondisi umat Islam pada hari ini”. Ini adalah sebuah ungkapan yang tepat dan menjadi introspeksi kita bersama. Lihatlah, ketika Islam menggambarkan akhlak yang terpuji, maka sebagian umat Islam tidak berakhlak dengan akhlak yang terpuji. Jika Islam menggambarkan keagungan dan kemulian, maka kondisi sebagian umat Islam tidak menggambarkan keagungan dan kemuliaan itu.
Ada seorang Eropa yang memeluk agama Islam, ia berkata, “Alhamdulillah, Allah kenalkan saya kepada Islam sebelum Allah mengenalkan saya kepada umat Islam”. Ia bersyukur kepada Allah. Mungkin seandainya dia terlebih dahulu mengenal umat Islam, ia tidak akan tertarik dengan agama Islam. Tidak akan sampai hidayah agama yang mulia ini kepadanya.
Ada yang lain yang berujar “Saya baru tahu, kalau Islam dan umat Islam itu berbeda”. Ini adalah teguran bagi kita, kita sudah jauh dari agama kita. Tidak perlu kita mengarahkan kritikan ini kepada orang lain. Atau kepada mereka yang kita lihat di telivis mengadakan pemboman dan peperangan. Mengadakan pengrusakan dan berbuat kekacauan. Kita tujukan kritik ini kepada diri kita terlebih dahulu. Sudahkah kita menepati janji ketika berjanji? Sudahkan kita tepat waktu ketika datang ke kantor, sekolah, dll? Sudahkah kita menunaikan amanat? Sudahkan kita berbakti kepada orang tua kita? Dan sudahkah kita bertauhid kepada Allah Ta’ala?
Kaum muslimin rahimakumullah,
Di sebagian tempat, ada orang tua yang non muslim mengajak anaknya datang ke masjid, agar sang anak memeluk Islam. Mengapa? Karena ia melihat tetangga-tetangganya yang muslim sangat berbakti kepada orang tuanya. Ia melihat betapa orang-orang Islam menjaga dan memuliakan orang tuanya. Ia ingin agar anaknya menjadi seseorang yang berbakti, menghormat, dan memuliakannya, sehingga ia perintahkan anaknya untuk memeluk Islam.
Subhanallahu, inilah keindahan Islam yang tidak kita praktikkan di negeri kita. Negeri yang merupakan komunitas muslim terbesar di dunia.
Inilah yang dikehendaki Allah Ta’ala dengan firman-Nya,

لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
“supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS. Al-Mulk: 2).
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ، وَنَفَعْنَا بِهَدْيِ سَيِّدِ المُرْسَلِيْنَ وَقَوْلُهُ القَوِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِلْمُسْلِمِيْنَ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.
Khutbah Kedua:

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرِ لَهُ عَلَى مَنِّهِ وَجُوْدِهِ وَامْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ تَعْظِيْماً لِشَأْنِهِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَلدَّاعِيْ إِلَى رِضْوَانِهِ؛ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَأَعْوَانِهِ.
أَمَّا بَعْدُ عِبَادَ اللهِ: اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى .
Kaum muslimin rahimakumullah,
Marilah kita sama-sama mengoreksi diri kita. Sudahkah akidah kita sebagaimana akidahnya seorang muslim? Sudahkah akhlak kita sebagaimana akhlaknya seorang muslim? Sudahkah amalan kita sebagaimana amalan yang diridhai oleh Islam?
Ibadallah,
Wajib bagi kita menunjukkan karakter seorang muslim pada diri kita, secara lahir dan batin. Islam adalah keyakinan. Islam adalah ucapan. Dan Islam adalah amal perbuatan.
Janganlah kita menjadi serang muslim, tapi kita jauh dari nilain-nilai Islam. Dan beruntunglah orang-orang Islam yang teguh dengan keislamannya di tengah orang-orang yang menganggap nilai-nilai Islam itu asing.
Mudah-mudahan Allah Ta’ala memberikan taufik kepada kita agar kita betul-betul meyakini Islam dengan hati kita, mengucapkannya dengan lisan, dan tampak dalam amal perbuatan kita sehari-hari.

عِبَادَ اللهِ: وَ صَلُّوْا وَسَلِّمُوْا -رَعَاكُمُ اللهُ- عَلَى مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ: ﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:56] ، وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً صَلَّى الله عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا)).
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ .وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ، وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِي الحَسَنَيْنِ عَلِي، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ. اَللَّهُمَّ احْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا، وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي رِضَاكَ وَأَعِنْهُ عَلَى طَاعَتِكَ وَارْزُقْهُ البِطَانَةَ الصَّالِحَةَ النَّاصِحَةَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.
للَّهُمَّ اغْفِرْ ذُنُوْبَ المُذْنِبِيْنَ مِنَ المُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَتُبْ عَلَى التَّائِبِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَارْحَمْ مَوْتَانَا وَمَوْتَى المُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَاشْفِ مَرْضَانَا وَمَرْضَى المُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ فَرِجّْ هُمُ المَهْمُوْمِيْنَ مِنَ المُسْلِمِيْنَ وَفَرِّجْ كَرْبَ المَكْرُوْبِيْنَ، وَاقْضِ الدَّيْنَ عَنِ المَدِيْنِيْنَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ أَنْتَ حَسْبُنَا وَنِعْمَ الوَكِيْلِ. { رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ }.{ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ }.
عِبَادَ اللهِ: اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ ، ) وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ( .