Imam Bukhari
Beliau dilahirkan
pada bulan syawal tahun 194 H di negeri bukhara, yang sekarang di kenal sebagai
bagian dari negeri soviet. Beliau adalah seorang yang sangat alim di bidang
hadits. Beliau menyusun sebuah kitab yang kesahihannya telah disepakati oleh
umat islam dari jaman dahulu hingga sekarang.
Imam bukhari
pernah ditanya oleh seseorang:' Bagaimana mulanya engkau berkecimpung dalam
bidang hadits ini? Maka beliau mengatakan : saya diilhami untuk menghafal
hadits ketika saya bersama dengan para penulis hadits. Berapa usiamu pada waktu
itu? Dia menjawab 10 tahun, atau kurang. .” (Riwayat al-Farbari dari Muhammad Ibnu
Abi Hatim, seorang juru tulis al-Imam al-Bukhari).
Saya lalu keluar dari kelompok para penulis
itu dan selanjutnya saya selau menemani ad dakhili dan ulama lainnya. Ketika
saya telah berkecimpung di bidang ini saya telah hafal ibnul mubarak dan waqi'.
Saya lalu pergi ke Mekkah bersama ibu dan saudaraku , sesudah selesai berhaji ,
saudaraku lalu mengantarkan ibuku pulang, sedangkan saya memperdalam dan
mematangkan diri dalam bidang hadits.
Imam bukahari selanjutnya
berkelana ke berbagai daerah seperit nisabur, baghdad, bashrah, kufah, mekkah,
madinah, syam dan mesir untuk mendapatkan hadits dari sejumlah ulama.
Beliau menulis
kitabnya yang bernama tarikh di masjid nabawi, sejumlah buku yang memuat
nama-nama rijal ( Orang).
Imam bukhari pada
waktu kecil pernah mendatangi para ulama yang sedang bersama para muridnya,
karena beliau masih kecil beliau malu memberi salam pada mereka. Suatu ketika
beliau ditanya oleh seorang alim: berapa hadits yang sudah kau tulis hari ini?
Imam bukhari menjawab: Dua" orang-orang yang ada di sekitarnya
mentertawakannya. Alim itu pun berkata" kalian jangan mentertawakannya,
boleh jadi suatu hari kalian akan ditertawakannya.
Beliau berkata:
suatu kali saya bersama ishak ibnu rahawaih, lalu ada sejumlah temanku yang
berkata kepadaku " alangkah baiknya kalau sekiranya engkau kumpulkan
sunnah nabi sholallohu alaihi wasalam dalam sebuh kitab yang singkat. Hal
tersebut mengena dalam hatiku , maka saya mulai mengumpulkannya dalam kitab ini
(Kitab sahih Bukhari).
Beliau berkata :
kitab ini saya pilihkan dari 600 ribu hadits. beliau juga berkata : tidaklah
aku tulis satu hadits dalam kitab ini kecuali saya wudlu/mandi dan sholat dua
rekaat.
Imam bukari
berkata: saya menulis hadits dari 1000 orang alim atau lebih. Tidak ada satu
pun hadits yang ada padaku kecuali kusebutkan isnadnya.
Mengenal Imam al-Bukhari
Suatu ketika
al-Imam al-Bukhari tiba di Baghdad. Kehadiran beliau didengar oleh para ahlul
hadits negeri itu. Maka, berkumpullah mereka untuk menguji kehebatan hafalan
beliau tentang hadits.
Syahdan para ulama
tersebut sengaja mengumpulkan seratus buah hadits. Susunan, urutan dan letak
matan serta sanad seratus hadits tersebut sengaja dibolak-balik. Matan dari
sebuah sanad diletakkan untuk sanad lain, sementara suatu sanad dari sebuah
matan diletakkan untuk matan lain dan begitulah seterusnya. Seratus buah hadits
itu dibagikan kepada sepuluh orang tim penguji, hingga masing-masing mendapat
bagian sepuluh buah hadits.
Maka tibalah
ketetapan hari yang telah disepakati. Berbondong-bondonglah para ulama dan tim
penguji itu, serta para ulama dari Khurasan dan negeri-negeri lain serta
penduduk Baghdad menuju tempat yang telah ditentukan.
Ketika suasana
majlis telah menjadi tenang, salah seorang dari kesepuluh tim penguji mulai
memberikan ujiannya. Beliau membacakan sebuah hadits yang telah dibolak-balik
matan dan sanadnya kepada al-Imam al-Bukhari. Ketika ditanyakan kepada beliau,
al Imam al-Bukhari menjawab, “Saya tidak kenal hadits itu.” Demikian seterusnya
satu persatu dari kesepuluh hadits penguji pertama itu dibacakan, dan al-Imam
al-Bukhari selalu menjawab, “Saya tidak kenal hadits itu.”
Beberapa ulama
yang hadir saling berpandangan seraya bergumam, “Orang ini berarti faham.” Akan
tetapi ada di kalangan mereka yang tidak mengerti, hingga menyimpulkan bahwa
al-Imam al-Bukhari terbatas pengetahuannya dan lemah hafalannya.
Orang kedua maju.
Beliau juga melontarkan sebuah hadits yang telah dibolak-balik sanad dan matannya,
yang kemudian dijawab pula, “Saya tidak kenal hadits itu”. Begitulah, orang
kedua ini pun membacakan sepuluh hadits yang menjadi bagiannya, dan seluruhnya
dijawab beliau, “Saya tidak kenal hadist itu.”
Begitulah
selanjutnya orang ketiga, keempat, kelima hingga sampai orang kesepuluh,
semuanya membawakan masing-masing sepuluh hadits yang telah dibolak-balik matan
dan sanadnya. Dan al-Imam al-Bukhari memberikan jawaban tidak lebih daripada
kata-kata, “Saya tidak kenal hadits itu.”
Setelah semuanya
selesai menguji, beliau kemudian menghadap orang pertama seraya berkata,
“Hadits yang pertama anda katakan begini, padahal yang benar adalah begini,
lalu hadits anda yang kedua anda katakan begini padahal yang benar seperti ini.
Begitulah seterusnya hingga hadits kesepuluh disebutkan oleh beliau kesalahan
letak sanad serta matannya, dan kemudian dibetulkannya kesalahan itu hingga
semua sanad dan matannya menjadi benar kedudukannya.
Demikian pula
seterusnya yang dilakukan oleh al-Bukhari kepada para penguji berikutnya hingga
sampai kepada penguji kesepuluh. Maka, orang-orang pun lantas mengakui serta
menyatakan kehebatan hafalan serta kelebihan beliau. Al-Hafizh Ibnu Hajar
al-‘Asqalani mengatakan, “Yang hebat bukanlah kemampuan al-Bukhari dalam
mengembalikan kedudukan hadits-hadits yang salah, sebab beliau memang hafal,
tetapi yang hebat justru hafalnya beliau terhadap kesalahan yang dilakukan oleh
para penguji tersebut secara berurutan satu persatu hanya dengan sekali
mendengar.”
Siapakah
al-Imam al-Bukhari
Beliau adalah Abu
Abdillah, bernama Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah
al-Ja’fi. Kakek moyang Bardizbah (begitulah cara pengucapannya menurut Ibnu
Hajar al-‘Asqalani) adalah orang asli Persia. Bardizbah, menurut penduduk
Bukhara berarti petani. Sedangkan kakek buyutnya, al-Mughirah bin Bardizbah,
masuk Islaam di tangan al-Yaman al-Ja’fi ketika beliau datang di Bukhara.
Selanjutnya nama al-Mughirah dinisbatkan (disandarkan) kepada al-Ja’fi sebagai
tanda wala’ kepadanya, yakni dalam rangka mempraktekkan pendapat yang
mengatakan, bahwa seseorang yang masuk Islam, maka wala’nya kepada orang yang
mengislamkannya.
Adapun mengenai
kakeknya, Ibrahim bin al-Mughirah, Ibnu Hajar al-‘Asqalani mengatakan, “Kami
tidak mengetahui (menemukan) sedikit pun tentang kabar beritanya.” Sedangkan
tentang ayahnya, Ismail bin Ibrahim, Ibnu Hibban telah menuliskan tarjamah
(biografi)-nya dalam kitabnya ats-Tsiqat (orang-orang yang tsiqah/terpercaya)
dan beliau mengatakan, “Ismail bin Ibrahim, ayahnya al-Bukhari, mengambil
riwayat (hadits) dari Hammad bin Zaid dan Malik. Dan riwayat Ismail diambil
oleh ulama-ulama Irak.” Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani juga telah
menyebutkan riwayat hidup ismail ini di dalam Tahdzibut Tahdzib. Ismail bin
Ibrahim wafat ketika Muhammad (al-Bukhari) masih kecil.
Kelahiran Dan
Wafatnya
Dilahirkan di
Bukhara, sesudah shalat Jum’at pada tanggal 13 Syawal 194 H. Beliau dibesarkan
dalam suasana rumah tangga yang ilmiah, tenang, suci dan bersih dari
barang-barang haram. Ayahnya, Ismail bin Ibrahim, ketika wafat seperti yang
diceritakan oleh Muhammad bin Abi Hatim, juru tulis al-Bukhari, bahwa aku
pernah mendengar Muhammad bin Kharasy mengatakan, “Aku mendengar bahwa Ahid
Hafs berkata, “Aku masuk menjenguk Ismail, bapaknya Abu Abdillah (al-Bukhari)
ketika beliau menjelang wafat, beliau berkata, “Aku tidak mengenal dari hartaku
barang satu dirham pun yang haram dan tidak pula satu dirham pun yang sybhat.”
Al-Bukhari wafat
di Khartan sebuah desa di negeri Samarkhand, malam Sabtu sesudah shalat Isya’,
bertepatan dengan malam Iedul fitri, tahun 256 H dan dikuburkan pada hari Iedul
Fitri sesudah shalat Zhuhur.
Beliau wafat dalam
usia 62 tahun kurang 13 hari dengan meninggalkan ilmu yang bermanfaat bagi
seluruh kaum muslimin, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Katsir dalam al-Bidayah
wan Nihayah.
Pertumbuhan Dan
Perkembangannya
Ketika ayahnya
wafat, beliau masih kecil, sehingga beliau besar dan dibesarkan dalam asuhan
ibunya. Beliau mencari ilmu ketika masih kecil dan pernah menceritakan tentang
dirinya seperti disebutkan oleh al-Farbari dari Muhammad bin Abi Hatim.
Muhammad bin Abi Hatim berkata, “Aku pernah mendengar al-Bukhari mengatakan,
“Aku diilhami untuk menghafal hadits ketika masih dalam asuhan mencari ilmu.”
Lalu aku bertanya, “Berapa umur anda pada waktu itu?” Beliau menjawab, “Sepuluh
tahun atau kurang… dan seterusnya hingga perkataan beliau, “Ketika aku
menginjak umur enam belas tahun, aku telah hafal kitab-kitab karya Ibnul
Mubarak dan Wakil. Dan aku pun tahu pernyataan mereka tentang Ash-hab (Ahlu)
ra’yu”. Beliau berkata lagi, “Kemudian aku berangkat haji bersama ibuku dan
saudaraku, setelah menginjak usia delapan belas tahun, aku telah menyusun kitab
tentang sahabat dan tabi’in. Kemudian menyusun kitab tarikh di Madinah di
samping kuburan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika malam terang bulan.”
Beliau melanjutkan perkataannya, “Dan setiap kali ada nama dalam at-Tarikh
tersebut, pasti aku mempunyai kisah tersendiri tentangnya, tetapi aku tidak
menyukai jika kitabku terlalu panjang.”
Semenjak kecil
beliau sibuk menggali ilmu dan mendengarkan hadits dari berbagai negeri,
seperti di negerinya sendiri. Dan beliau telah beberapa kali mengunjungi
Baghdad, hingga penduduk di sana mengakui kelebihannya dan penguasaannya
terhadap ilmu riwayah dan dirayah.
Begitulah,
singkatnya beliau telah mengunjungi berbagai kota di Irak dalam rangka mencari
ilmu hadits dari tokoh-tokoh negeri tersebut, misalnya Bashrah, Balkh, Kufah
dan lain-lain. Beliau telah mendengarkan dan menggali hadits dari sejumlah
banyak tokoh pembawa hadits. Diriwayatkan oleh Muhammad bin Abi Hatim,
bahwasanya beliau berkata, “Aku tidak pernah menulis melainkan dari orang-orang
yang mengatakan bahwa al-Iman adalah ucapan dan tindakan.”
Jumlah Hadits
Yang Dihafal
Muhammad bin Hamdawaih
mengatakan, “Aku mendengar al-Bukhari berkata, bahwa aku hafal seratus ribu
hadits shahih dan dua ratus ribu hadits tidak shahih.”
Kitab-Kitab
Yang Disusun
Yang paling pokok
adalah kitab al-Jamiush shahih (Shahihul Bukhari) yaitu kitab hadits tershahih
diantara kitab hadits lainnya. Selain itu beliau menyusun juga ktiab al-Adabul
Mufrad, Raf’ul Yadain fish Shalah, al-Qira’ah khalfal Iman, Birrul Walidain,
at-Tarikh ash-Shagir, Khalqu Af’aalil ‘Ibaad, adl-Dlu’afa (hadits-hadits
lemah), al-Jaami’ al-Kabir, al-Musnad al-Kabir, at-Tafsir al-Kabir, Kitabul
Asyribah, Kitabul Hibab, Asaami ash-Shahabah (Nama-nama para shahabat) dan lain
sebagainya.
Contoh
Kekaguman Orang Terhadap Al-Bukhari
Al-Imam al-Bukhari
rahimahullah, merupakan barometer bagi guru-gurunya dan manusia yang tahu dan
hidup pada zamannya maupun sesudahnya. al-Imam al-Hafizh adz-Dzahabi dan
al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani telah menyebutkan secara khusus tentang
pujian dan jasa-jasa beliau dalam kitabnya masing-masing. Adz-Dzahabi dalam
Tadzkiratul huffaazh dan Ibnu Hajar dalam Tahdzibut Tahdzib.
Berikut ini
beberapa contoh pujian dan kekaguman mereka. Muhammad bin Abi Hatim mengatakan,
bahwa aku mendengar Yahya bin Ja’far al-Baikundi berkata, “Seandainya aku mampu
menambahkan umur Muhammad bin Ismail (al-Bukhari) dengan umurku, niscaya aku
lakukan sebab kematianku hanyalah kematian seorang sedangkan kematiannya
berarti lenyapnya ilmu.”
Raja’ bin Raja’
mengatakan, “Dia, yakni al-Bukhari, merupakan satu ayat di antara ayat-ayat Allah
yang berjalan di atas permukaan bumi.”
Abu Abdullah
al-Hakim dalam Tarikh Naisabur berkata, “Dia adalah Imam Ahlul hadits, tidak
ada seorang pun di antara Ahlul Naql yang mengingkarinya.”
Shahihul Jami’
Atau Shahih Bukhari
Seluruh hadits
yang termuat di dalamnya adalah hadits-hadits shahih yang telah tetap dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan semua Mu’allaqaat dalam Shahih
al-Bukhari dinyatakan shahih oleh para ulama Ahlul hadits. Adapun contoh
pernyataan ulama tentang Shahih al-Bukhari seperti dikatakan al-Hafizh Ibnu
Katsir dalam al-Bidaayah wan Nihaayah, “Para ulama telah bersepakat menerimanya
(yakni Shahihul Bukhari) dan menerima keshahihan apa-apa yang ada di dalamnya,
demikian pula seluruh ahlul Islam.”
Jadi di samping
Shahih Muslim, Shahih al-Bukhari adalah kitab tershahih nomor dua setelah
al-Qur’an sebagaimana disebutkan dan disepakati oleh para ulama, di antaranya
oleh as-Subakti.
Terusirnya Imam
Al-Bukhari Dari Bukhara
Ghonjar mengatakan
dalam kitab Tarikhnya, “Aku mendengar Ahmad bin Muhammad bin Umar berkata, “Aku
mendengar Bakar bin Munir mengatakan, “Amir Khalid bin Ahmad Adz-Dzuhail, amir
penguasa Bukhara, mengirim utusan kepada Muhammad bin Ismail, yang isinya, “Bawalah
padaku kitab Jaami’ush Shahih dan at-Tarikh supaya aku bisa mendengar dari
kamu.” Maka, berkatalah al-Bukhari kepada utusan tersebut, “Katakanlah
kepadanya bahwa sesungguhnya aku tidak akan merendahkan ilmu dan aku tidak akan
membawa ilmuku itu ke hadapan pintu para sultan. Apabila dia butuh (jika ilmu
itu dikehendaki), maka hendaknya dia datang kepadaku di masjidku atau di
rumahku. Kalau hal ini tidak menyenangkan wahai sultan, maka laranglah aku
untuk mengadakan majlis ilmu, supaya pada hari kiamat aku punya alasan di
hadapan Allah bahwa aku tidak menyembunyikan ilmu.” Ghonjar mengatakan, “Inilah
yang menyebabkan terjadinya krisis di antara keduanya.”
Al-Hakim berkata,
“Aku mendengar Muhammad bin al-‘Abbas adh-Dhobby mengatakan, “Aku mendengar Abu
Bakar bin Abu Amr berkata, “Perginya Abu Abdillah al-Bukhari dari negeri
Bukhara disebabkan Khalid bin Ahmad Khalifah bin Thahir meminta beliau untuk
hadir di rumahnya supaya membacakan kitab at-Tarikh dan al-Jaami’ush Shahih
kepada anak-anaknya, tapi beliau menolak. Beliau katakan, “Aku tidak mempunyai
waktu jika hanya orang-orang khusus yang mendengarkannya (mendengarkan ilmuku,
pen). Maka Khalid bin Ahmad meminta tolong kepada Harits bin Abi al-Warqa` dan
lainnya dari penduduk Bukhara untuk bicara mempermasalahkan madzhabnya.
Akhirnya Khalid bin Ahmad mengusir beliau dari Bukhara.
Demikianlah
sekelumit tentang Imam Bukhari, beliau juga pernah difitnah sebagai orang yang
mengatakan, bahwa bacaanku terhadap al-Qur’an adalah makhluk. Padahal beliau
tidak mengatakan demikian dan bahkan secara tegas beliau membantah bahwa orang
yang membawa berita tersebut adalah pendusta. Beliau bahkan mengatakan, “Bahwa
al-Qur’an adalah kalamullah bukan makhluk, sedangkan perbuatan-perbuatan hamba
adalah makhluk.” (lihat Hadyu as-Sari Muqadimah Fathul Bari bagian akhir
halaman 490-491). Wallahu a’lam.
(SUMBER: Majalah
as-Sunnah, no.02/Th.I, Jumada Tsani-Rajab 1413 H/Desember 1992 M, diterjemahkan
dan disusun oleh Ahmas Faiz dengan sedikit perubahan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tambahkan komentar anda dengan santun